Komponen Dan Sistem Kerja ESA (Electronic Spark Advance)

Elektronik seolah sudah menjadi bagian vital pada dunia otomotif. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya sistem mekanikal otomotif yang digantikan oleh sistem elektronik terpadu. Contohnya ada pada ESA. Sistem ini menjadi tanda betapa maju dan sempurna sistem automotive saat ini.

Mengapa percikan busi harus diatur ? umumnya busi akan menyala saat engkol berada pada sudut 8-10 derajat terhadap sumbu TDC. TDC (top dead center) merupakan istilah untuk menyebutkan kondisi ketika piston berada pada titik teratas. Saat itu sudut engkol berada 0 derajat terhadap sumbu vertikal.


Busi akan menyala pada sudut 8-10 derajat, Saat mesin tidak terbebani dalam arti ketika mesin menyala namun kopling terbuka, dan berada pada idle speed (rata-rata 750 RPM). Namun ketika kopling terhubung dalam arti mesin mulai menerima beban, gerakan piston akan lebih lambat. Sehingga apabila timing busi tidak diubah, menyebabkan busi akan menyala saat tekanan kompressi belum sempurna. Sehingga berpengaruh terhadap output mesin.

Hal ini berlaku saat mesin bekerja pada RPM tinggi. Ketika mesin bekerja pada rpm tinggi, mesin tidak memerlukan tekanan kompresi  tinggi. Mesin hanya butuh kontinuitas. Ketika timing tidak dipercepat , terdapat sisa gas kompresi yang tidak terbakar. Sisa gas itu akan menyebabkan knocking pada siklus selanjutnya.

Pada mesin kovensional, distributor memegang peranan penting dalam spark advance. Untuk mengatur timing berdasarkan beban yang diterima mesin distributor menggunakan sistem vacum advancer. Untuk mengatur timing berdasarkan RPM mesin, menggunakan governoor advancer. Untuk cara kerja keduanya bisa anda baca

Ketika kita bicara mesin modern yang mengusung sitem EFI dan Distributor less Ignition. Semua serba electronik.  semua mekanikal akan diganti dengan aliran arus DC bertegangan tertentu. Sistem ini disebut ESA.

Electronic Spark Advance (ESA) merupakan suatu sistem elektronik yang berfungsi memajukan dan memundurkan timing percikan busi. ESA diciptakan dengan prinsip yang sama dengan konvensional hanya saja sistem ESA dibuat agar lebih tahan lama dan efisien. ESA juga berkaitan erat dengan sistem DLI karena keduanya memiliki satu aktuator yang sama.


komponen ESA

ESA memiliki tiga komponen utama yatitu sensor, control, dan aktuator. komponen ESA adalah;

1.       CKP

Sensor ini berbentuk seperti magnet tabung terletak pada crankcase. Sensor CKP bekerja berdasarkan perpotongan garis gaya magnet. Sensor CKP akan mengirimkan sinyal PWM ke ECU. Sinyal ini akan diterjemahkan sebagai data untuk mengetahui RPM mesin.

2.       CMP

Sensor ini memiliki prinsip yang sama dengan sensor CKP yaitu dengan mengirimkan sinyal PWM. Sinyal tersebut akan diterjemahkan untuk mengetahui posisi piston dan mendeteksi top silinder 1.  Pada mesin yang memiliki konfigurasi DOHC, umumnya dilengkapi dua buah sensor CMP.

3.       Throtle Position Sensor

Sensor ini dilengkapi dua variable resistor yang nilainya akan berubah sesuai pergerakan katup gas. Ketika hambatan berubah seiring pergerakan katup gas, tegangan yang mengalir pun berubah-ubah. Tegangan ini yang akan diterjemahkan oleh ECU untuk mengetahui sudut pembukaan katup. Untuk mesin yang mengusung sistem drive by wire atau biasa disebut TAC , TPS berfungsi sebagai feedback untuk mengoreksi sudut pembukaan katup gas.

4.       Engine Coolant Temperature

Prinsipnya sama dengan sensor lainnya yang menggunakan variasi tegangan sebagai sinyal ke ECU. Pada ECT variasi tegangan tersebut diperoleh dari thermistor. Thermistor adalah sebuah material yang dapat berubah nilai hambatanya. Perubahan itu dipengaruhi suhu sekitar. ECT akan mempengaruhi proses ESA karena tingkat kompressi akan dipengaruhi oleh temperature mesin.

5.       Oxygen Sensor

Sensor ini terletak di saluran exhaust. Fungsi utama oksigen sensor adalah untuk mengukur kadar oksigen setelah pembakaran. Oksigen sensor memanfaatkan material zirconium. Material ini akan bereaksi dengan oksigen di saluran exhaust dan menghasilkan aliran arus yang digunakan sebagai sinyal untuk mengetahui kadar oksigen setelah pembakaran. Sensor ini sangat berpengauh terhadap emisi gas buang.

6.       Manifold Absolute Pressure

Sensor MAP mempunyai peranan penting pada sistem ESA. Sensor MAP akan mengukur tingkat kevakuman diruang antara intake dan throtle. Sensor ini terletak di intake manifold. MAP menggunakan membran yang akan bereaksi terhadap tekanan. Membran ini akanmemberikan nilai tahanan yang bervariasi sesuai tekanan intake manifold. Variasi tahanan itu digunakan ECU untuk mengetahui beban atau load yang diterima mesin. Apabila terjadi masalah pada sensor ini, bisa dipastikan sistem pengapian akan terganggu.

7. Knock Sensor

knock sensor merupakan komponen yang berfungsi mendeteksi detonasi atau knocking pada mesin. knock sensor terletak di bagian luar blok silinder. Knocking/detonasi terjadi karena pre-ignition. Pre-ignition disebabkan oleh terbakarnya campuran udara dan bahan bakar sebelum busi menyala. Akibatnya akan terdengar suara ketukan dalam mesin. Untuk mengatasinya, timing percikan busi harus diatur. Knock sensor menggunakan bahan kristal pizeoelectric yang akan menghasilkan tegangan kecil ketika Bergetar. Tegangan ini akan digunakan sebagai sinyal knocking.

8.       ECU

Electronik Control Unit atau biasa disebut ECU merupakan komponen terintegrasi elektronika. Perangkat ini disusun oleh beberapa IC dan transistor. Fungsi utama perangkat ini yaitu sebagai pengolah data dari sensor dan akan mengaktifkan aktuator. Umumnya sebuah kendaraan memiliki lebih dari satu ECU. Contohnya dalam sebuah mobil memiliki ECM untuk mengontrol kinerja mesin, PCM untuk mengontrol powertrain, EBCM untuk mengontrol sistem rem dan ABS.

9.       Actuators

Pada ESA sebenarnya tidak memiliki actuators karena ESA sendiri merupakan sistem tambahan dari DLI (DistributorlessIgnition). Sehingga ESA hanya sebatas mengolah informasi. Untuk eksekusi perintah menggunakan actuators DLI dalam hal ini koil dan busi.

Sistem Kerja

Umumnya sensor akan diberikan tegangan referensi/tegangan awal sebesar 5 V oleh ECU. Tegangan ini akan melewati sensor dan akan memberikan tegangan balik antara 0,1 – 4,9 V ke ECU. Range antara 0,1 – 4,9 V akan dijadikan patokan sebuah kondisi yang berada pada sensor tersebut. Ketika tegangan balik berada di luar range, maka akan terjadi fault atau error dan menyebabkan signal engine pada dasboard menyala. sistem kerja ESA mudah untuk dipahami

Secara umum terdapat dua kondisi pengapian yaitu basic ignition dan advance ignition.

1.       Basic Ignition

Basic ignition adalah kondisi pengapian yang dijadikan standar sistem pengapian. Kondisi ini berada ketika mesin hidup dalam posisi idle dan mobil tidak bergerak.
-          ECU akan memberikan tegangan referensi ke sensor sebesar 5 V.
-          Sensor akan mengirimkan tegangan balik antara 1,5 – 3,5 V ke ECU ( setiap mobil memiliki spesifikasi berbeda ).
-          Dalam range 1,5 -3,5 V ECU akan membaca kondisi yang dideteksi sensor berada pada posisi aman.
-          ECU akan mengirimkan sinyal ke igniter dengan timing 8-10 derajat sebelum TDC.

2.       Advance Ignition

Advance ignition akan terjadi ketika sensor mendeteksi kondisi ekstrim.
-          ECU akan memberikan tegangan referensi ke sensor sebesar 5 V.
-          Sensor akan memberikan tegangan balik antara 0- 1,5 V dan 3,5 – 5 V ke ECU.
-          ECU akan mengartikan bahwa sensor telah mendeteksi kondisi ekstrim, dan perlu dilakukan penanganan khusus.
-          Terdapat dua pilihan action yang harus diberikan
a.       ECU akan memajukan pengapian dengan timing diatas 10 derajat sebelum TDC

b.      ECU akan memundurkan pengapian dengan timing dibawah 8 derajat sebelum TDC.