Cara Kerja Sistem Pengisian Konvensional Mobil

Anda mungkin sudah tahu kalau dinamo alternator adalah komponen utama penyuplai kelistrikan kendaraan. Namun, alternator tidak bekerja sendirian. Untuk menyuplai kelistrikan kendaraan secara stabil pada 12 volt harus ada rangkaian sistem pengisian.

Lalu seperti apa rangkaian dan cara kerja sistem pengisian pada mobil ini ? mari kita bahas secara detail pada artikel dibawah ini.


rangkaian pengisian sepeda motor


Prinsip Kerja Sistem Pengisian


Sistem pengisian bekerja dengan menggunakan alternator sebagai komponen utama. Apa itu alternator ?

Altenator adalah perangkat kelistrikan yang berfungsi untuk mengubah gerakan rotasi menjadi energi listrik AC, atau alternator ini disebut juga generator AC atau dinamo.

Tetapi kelistrikan mobil itu DC, mengapa alternator menghasilkan arus AC ?

Memang benar alternator menghasilkan arus AC karena alternator AC ini memiliki desain dan konstruksi yang simple. Tapi sebelum arus listrik disalurkan ke kelistrikan mobil, terlebih dahulu dilewatkan pada sebuah dioda bridge atau rectifier. Fungsinya sebagai penyearah atau pengubah arus AC menjadi DC, sehingga bisa dipakai pada kelistrikan mobil.

Bagaimana cara altenator menghasilkan listrik ?

Pada artikel tentang Prinsip kerja alternator, sudah dijabarkan bagaimana cara altenator mengubah putaran dari pulley mesin menjadi arus listrik. Anda bisa buka artikel tersebut untuk lebih lengkap.

Secara ringkas, altenator menggunakan gaya elektromagnet dimana apabila medan magnet berputar disekitar kumparan listrik maka akan memicu aliran listrik pada kumparan tersebut. Aliran listrik inilah yang nanti dipakai untuk kelistrikan mobil.

Namun, arus listrik yang keluar dari alternator ini tidak bisa langsung disalurkan ke kelistrikan mobil, alasannya besar arus yang keluar dari alternator dipengaruhi RPM rotor. Saat putaran rotor rendah maka listrik yang dihasilkan juga kecil, dan kebalikannya saat RPM rotor tinggi maka listrik yang dihasilkan bisa lebih dari 12 V. Hal ini tentu bisa membahayakan komponen kelistrikan.

Oleh sebab itu, pada sistem pengisian ada komponen tambahan yang wajib berupa regulator atau pada sepeda motor lebih populer dengan sebutan kiprok. Fungsi regulator/kiprok ini yakni untuk mengatur tegangan listrik yang keluar dari alternator sebelum disalurkan ke rangkaian kelistrikan kendaraan.

Pada sistem pengisian konvensional, regulator yang dipakai adalah tipe point atau plat yang bekerja secara konvensional. Seperti apa rangkaian pengisian konvensional ? simak dibawah.

Rangkaian Sistem Pengisian Konvensional

cara kerja pengisian mobil


1. Saat Kunci kontak "ON"

Dari baterai, arus mengalir melewati fuseble link dan karena kunci kontak terhubung maka arus mengalir ke rangkaian regulator. Ada dua cabang yang dialiri arus listrik, yakni
  • Cabang rangkaian Lampu CHG 
  • Cabang Rangkaian induksi Rotor 

Pada cabang yang pertama, arus dari kunci kontak melalui fuse, kemudian melewati lampu CHG dan masuk ke terminal L Regulator. Didalam regulator, arus dari terminal L dialirkan ke kontak P0, pada posisi normal Kontak P0 terhubung dengan kontak P1 yang merupakan kontak masa. Sehingga lampu CHG hidup.

Pada cabang lainnya, arus dari kunci kontak melewati fuse kemudian masuk ke terminal IG regulator. Didalam regulator terminal IG terhubung ke kontak PL1 Voltage regulator. Pada posisi normal, Kontak PL1 dan PL0 terhubung, sehingga arus dari PL1 diteruskan ke kontak PL0. Sementara kontak PL0 terhubung ke terminal F yang merupakan sambungan terminal pada Rotor Altenator, yang sudah tersambung dengan masa. Sehingga terjadi kemagnetan pada rotor altenator.

2. Saat Mesin Dihidupkan

Saat mesin dihidupkan, maka pulley altenator akan berputar sehingga rotor yang sudah memiliki kemagnetan akan berputar didalam kumparan akibatnya timbul pergerakan elektron pada kumparan stator. Akibatnya arus pun mengalir dari altenator menuju output altenator.

Arus yang keluar dari altenator bersifat bolak-balik (AC) sementara kelistrikan mobil memerlukan arus searah (DC). Sehingga sebelum disalurkan ke output altenator dihubungkan, terlebih dahulu arus di lewatkan ke dioda bridge. Baru bisa disalurkan secara langsung ke baterai.

Output altenator ada dua, yakni pada terminal N dan terminal B. terminal N masih bersifat AC yang digunakan untuk menonaktifkan lampu CHG, rangkaiannya dari altenator masuk ke terminal N regulator. Didalam regulator arus dari terminal N disalurkan ke kumparan Voltage relay, sehingga terjadilah kemagnetan yang menarik kontak P0 ke kontak P2.

Sementara itu, kontak P2 merupakan arus positif dari altenator namun lampu CHG akan tetap menyala karena memperleh masa dari kumparan voltage regulator.

Sementara itu, pengaturan tegangan output altenator akan dilakukan oleh voltage regulator yang dimulai ketika kontak P0 terhubung dengan kontak P2.

Kontak P0 yang terhubung dengan rangkaian lampu CHG juga terhubung dengan kumparan pada voltage regulator, sehingga saat kontak P0 terhubung dengan kontak P2 otomatis arus yang mengalir ke kumparan voltage regulator akan semakin besar.

Dalam pengaturannya, regulator tidak mengatur arus output altenator melainkan arus input rotor coil. Dengan kata lain, besar kecil arus rotor akan mempengaruhi kemagnetan rotor yang berimbas pada kekuatan aliran atau tegangan output altenator.

Baca juga : Cara kerja sistem pengisian sepeda motor

Bagaimana Regulator bisa mengatur output altenator lewat tegangan input Rotor ?

Sebekumnya, kita telah membahas bahwa kontak P2 terhubung dengan arus output altenator yang sudah disearahkan. Sehingga semakin tinggi RPM mesin semakin besar pula arus di kontak P2 ini, sementara itu kontak P2 sudah tersambung ke kumparan Voltage regulator sehingga besar kecilnya output altenator mempengaruhi besar kecilnya kemagnetan pada voktage regulator.

1. Saat kecepatan idle


Pada kecepatan idle atau stationer, output yang dihasilkan altenator itu relatif kecil yakni antara 10 sampai 12 volt. Sehingga kemagnetan pada voltage regulator cenderung kecil. Hal ini menyebabkan kontak PL0 tetap terhubung dengan kontak PL1, sehingga arus input ke rotor bisa maksimal hingga 12 volt.

2. Saat kecepatan sedang

Ketika RPM mesin bertambah, putaran altenator juga bertambah sehingga arus output semakin besar. Hal ini menyebabkan kemagnetan pada voltage regulator juga semakin besar sehingga kontak PL0 tertarik kearah bawah yang membuat terputusnya hubungan kontak PL1 dan PL0.

Hal itu menyebabkan arus dari terminal IG tersalur ke sebuah resistor sebelum dihubungkan ke rotor coil altenator, sehingga arus yang masuk ke rotor tidak sampai 12 volt yakni sekitar 8 - 10 volt. Hal itu menyebabkan arus output altenator bisa lebih kecil meski RPM rotor lebih cepat.

3. Saat RPM mesin tinggi

Ketika RPM mesin tinggi, secara otomatis arus yang keluar dari altenatyor juga semakin besar. Hal itu menyebabkan kemagnetan pada voltage regulator semakin besar sehingga kontak PL0 bjsa tertarik sepenuhnya hingga menyentuh kontak PL2.

Sementara itu kontak PL2 terhubung dengan massa. Sehingga arus dari terminal IG langsung di hubungkan ke masa. Hal itu akan menyebabkan drop voltage pada rangkaian Rotor, karena arus listrik akan selalu mengalir ke masa. Memang arus rotor masih ada namun tegangannya drop karena arus tersebut sudah digiring ke massa, akubatnya arus output altenator bisa lebih kecil maksimal 14 volt meski mesin berada pada top speed.

Hal itu berjalan secara berkelanjutan selama mesin hidup, sehingga kontak PL0 akan selalu bergerak menjauhi dan mendekati kontak PL2 sesuai dengan kondisi RPM mesin.

Komponen Sistem Pengisian Konvensional

  • Baterai
  • Altenator
  • Regulator
  • Lampu CHG
  • Kunci kontak
  • Fuse & Fuseble link
  • Kabel penghubung

Untuk tugas masing-masing komponen bisa baca : Komponen Sistem Pengisian Beserta Fungsinya

Demikian artikel singkat mengenai cara kerja sistem pengisian konvensional pada mobil. Semoga bisa menambah wawasan kita dan bermanfaat bagi kita semua.